283.
cw // kiss. ㅡ
Voice note yang dikirimkan Aletta tadi berisikan suaranya yang mengatakan bahwa ia sedang berada di studio kampus.
Karena suara Aletta yang terdengar seperti sedang menangis, Gama berlari begitu cepat untuk menghampirinya, sampai menabraki beberapa orang di sekitarnya.
Benar saja, ketika Gama membuka pintu studio, terlihat lah Aletta yang sedang duduk sendiri dengan kedua tangannya yang menutup wajahnya. Gadis itu sedang menangis.
Gama menghampiri Aletta dan langsung memeluknya. Namun, Aletta malah memukul dada bidang milik Gama, membuat Gama tak jadi memeluknya.
“Eh kok akunya dipukul?”
Aletta menatap Gama, terlihat jelas air matanya yang membasahi pipinya.
“KAMU TUH DIKIT-DIKIT BILANG “maaf aku belum punya apa-apa, kalo kamu mau cari yang lebih dari aku gapapa.” KENAPA SIH? AKU TUH GA MAU PUTUS, MAU KAMU KAYA GIMANA PUN AKU GA MAU PUTUS.”
Aletta yang berteriak seperti itu membuat Gama menahan tawanya. Padahal Aletta yang lebih sering berkata bahwa ia lelah dan ingin menyerah dalam hubungan ini.
“Siapa yang bilang capek, mau nyerah?” tanya Gama berniat meledek Aletta.
Aletta kembali melayangkan pukulannya pada Gama.
“BILANG AJA KAMU MAU NYARI CEWEK BARU PAKE ALIBI “kalo kamu malu sama aku gapapa, kalo kamu mau sampe sini gapapa.” IYA, KAN?!”
Gama berusaha meluruskan, “ngga, hey. Sini dulu liat aku.”
“Kalo sama aku ngga bikin seneng, buat apa?”
“TAPI AKU MAU PACARAN SAMA KAMU, BUKAN SAMA MOBIL KAMU, BUKAN SAMA UANG KAMU!” Sepertinya gadisnya ini sedang sedikit sensitif.
“Iya, dengerin dulu.”
“Maksud aku, kalo emang kamu—“
“GA, GA ADA KALO-KALOAN.”
Gama menghembuskan napasnya. Ia lebih memilih mengalah karena ini pasti akan menjadi perdebatan yang panjang.
“Iya, oke. Maaf.”
Gama memeluk Aletta dan Aletta menangis di dalam pelukannya.
“Aku ga minta apa-apa, aku cuma mau kamu kalo ada apa-apa bilang ke aku, cerita ke aku, terbuka ke aku,” ujar Aletta dengan tangisnya yang masih menghiasi.
Gama hanya tersenyum. Apakah gadisnya ini setidak mau itu untuk kehilangannya? Jika jawabannya iya, berarti sama dengannya. Sama dengan Gama yang juga sangat tidak mau untuk kehilangan Aletta. Sampai kapan pun, ia tidak akan pernah siap.
“Al …”
“aku ngga tau harus gimana bilangnya.”
“Tapi aku sayang sama kamu, aku ga bisa bohongin perasaan aku sendiri kalo ketakutan terbesar aku selain kehilangan mama, ya kehilangan kamu.”
“Makannya aku ga pernah cerita kalo posisi aku lagi susah, aku ga mau bikin kamu malu, bikin kamu ga nyaman, aku takut kamu malah ga mau nerima aku lagi.”
“Tau ngga? Aku suka sama kamu dari jaman SMA, haha.”
“Tapi baru berani bilang pas udah kuliah.”
“Al, nanti kalo aku udah kaya dulu lagi, aku mau beliin kamu—“
“Ga.” Aletta memotong.
“Aku ga mau apa-apa, aku cuma mau kamu di sini.”
Gama melonggarkan sedikit pelukannya dan menatap Aletta, “maksudnya, aku mau beliin kamu mas kawin,” ujar Gama dengan polosnya dan langsung dibalas pukulan lagi oleh Aletta.
Gama tertawa ringan dan kembali memeluk Aletta. Tak peduli walaupun ada cctv yang bisa merekam mereka berdua.
“Maaf juga aku ga bisa kaya cowok di luaran sana, yang bisa romantis, yang bisa ini itu. Soalnya aku ga pinter kaya gituan.”
Gama kembali menatap Aletta dengan posisi yang masih memeluk gadisnya. Aletta sedikit menonggakkan kepalanya agar bisa melihat wajah laki-lakinya itu.
Dan, Gama mengucap sebuah final.
“I love you.”
Satu kecupan mendarat di bibir Aletta. Namun, Aletta dengan cepat menahan tengkuk Gama agar tidak hanya menjadi sebuah kecupan saja.
Gama terkejut, tetapi ia paham dan tersenyum mengetahui kelakuan gadisnya itu.
Mereka kembali bermain bibir, keduanya saling memejamkan matanya.
Benar, seperti yang sebelumnya pernah mereka lakukan di apartemen milik Gama.
French kiss.
Mereka tidak peduli walaupun ada satu cctv di ruangan itu. Gama dan Aletta tetap melanjutkan permainannya. Tangan Gama sudah rapih terlingkar di pinggang milik gadis cantiknya.
Aletta pun sudah mulai berani, kini tangannya ia lingkarkan pada leher Gama.
Ditambah alunan musik yang entah sejak kapan terputar, sebuah lagu berjudul Best Part itu membuat mereka semakin terlarut, saling menikmati dan lenguhan keduanya pun terdengar satu sama lain.
Kalau dilihat-lihat, lucu ya hubungan mereka?
Gama dengan gengsinya yang tinggi dan Aletta yang tidak peduli akan sebuah kata ‘menjaga image’.
Tapi percayalah, Gama mempunyai caranya sendiri untuk memberikan kebahagiaannya pada Aletta. Gama tidak banyak bicara dan tidak pandai merangkai kata-kata indah atau romantis layaknya seorang laki-laki kepada gadisnya. Baginya, perlakuanlah yang paling penting dibanding sebuah kata-kata.
Pada akhirnya pun Aletta tidak akan pernah bisa untuk melepaskan Gama.
Sama seperti Gama, ia akan terus melakukan beribu-ribu cara agar gadis cantiknya itu terus bertahan.
Bagi Gama, di dunia ini hanya ada tiga perempuan yang paling dicintainya.
Mama, Alena dan Aletta.
Jay?
Jay kan laki-laki, bukan perempuan.
Rasanya ingin cepat-cepat bisa memiliki Aletta dengan sepenuhnya, karena Gama sudah terlanjur menjatuhkan hatinya dalam sedalam-dalamnya pada Aletta.
Ia takut akan bergantung pada Aletta. Namun, seperti itulah kenyataannya. Gama sudah menjadikan Aletta sebagai dunianya, ia tidak akan pernah bisa lepas dari Aletta.
ㅡ
END.