for the ending.

gama sedang duduk di sofa ruang tamu, dengan secangkir kopi dan sebuah laptop yang menemaninya malam ini.

suara pintu terbuka membuat gama mengalihkan pandangannya dari laptop, ternyata itu adalah freya yang baru saja pulang entah darimana.

“masih inget rumah?” tanya gama pada freya.

“ya inget, kan ini rumah gue.”

“liat, udah jam berapa?” tanya gama lagi.

“jam setengah satu pagi, kenapa?”

gama memegangi keningnya sendiri. mengapa wanita itu masih bisa bertanya “kenapa?”

“kamu kalo abis pulang kerja ke mana dulu, sih? sampe pulang jam segini terus?”

freya menghembuskan napasnya, malas meladeni gama. “ributnya besok aja ya, capek.”

“tadi siapa yang nganter kamu?” gama menahan tangan freya.

“lo ngga punya hak buat tau.”

“tapi aku suami kamu.

“apa pantes kamu peluk-pelukan gitu sama laki-laki lain di depan rumah?” tidak, gama berkata seperti itu bukan karena ia cemburu. ia hanya menjalankan tugasnya sebagai seorang suami pada umumnya.

freya dengan kasar melepaskan tangan gama yang masih memegang lengannya dengan kuat.

“lo tau ga? gue nyesel.”

“gue nyesel nikah sama lo. kok gue bisa ya waktu itu pernah suka sama lo, terus rela-relain buang duit banyak biar lo mau nikahin gue?”

freya melanjutkan kalimatnya, “adik lo yang penyakitan itu kapan sembuhnya, sih? abis duit gue lama-lama cuma buat pengobatan adik lo.”

seketika emosi gama menaik saat mendengar kalimat itu dari freya.

“FREYA!”

“apa?”

“asal lo tau, gue malu. GUE MALU DIKATAIN TEMEN-TEMEN GUE KALO GUE NIKAHIN COWOK MISKIN KAYA LO!”

lagi dan lagi, itu selalu menjadi alasan gama dibenci oleh orang lain.

“gue udah ngobrolin ini sama keluarga gue, dan gue udah ngurus surat cerai. tinggal ditanda tanganin aja,” ujar freya.

“lo ga harus ngobrolin ini sama keluarga lo kan? kan lo ga punya keluarga.”

freya segera menaiki anak tangga, menuju kamarnya. gama hanya bisa berdiam di tempat.

memang benar, pernikahan ini tidak dilandaskan atas dasar cinta. jika boleh jujur, gama sama sekali tidak memiliki perasaan pada freya. di dalam hatinya masih terpampang jelas nama perempuan yang satu tahun lalu masih menjadi miliknya.

walaupun gama sama sekali tidak mencintai freya, ia hanya menjalankan tugasnya sebagai seorang suami. lebih brengsek rasanya jika ia juga tidak memperlakukan freya dengan baik.