220.
ㅡ
“Lo tunggu di sini aja, deh. Kemarin gue liat kucingnya di sebelah sana,” ujar Pia pada Aletta.
Aletta menurut, ia duduk di sebuah bangku taman dan menunggu Pia yang katanya hendak mengambil seekor kucing untuk dibawa pulang.
Sedari tadi, suasana hatinya sangat tidak bagus. Seperti ingin menangis, tapi tertahan.
Bisa-bisanya Gama tidak mengucapkan untuk hari ulang tahunnya. Lupa? Tidak mungkin. Sengaja? Sepertinya iya.
Kaki milik Aletta terus mengusak-usak pijakan tanah di bawahnya. Melampiaskan rasa bosannya karena Pia yang tak kunjung datang kembali.
Namun, tiba-tiba saja ada seorang badut beruang berwarna coklat menghampiri Aletta, membuat Aletta sedikit terkejut.
Aletta tersenyum tipis kepada badut yang menghampirinya itu.
“Om badut ngapain di sini? Ngga ada anak kecil,” ujar Aletta.
Badut itu hanya melambaikan dua tangannya. Mungkin memberikan sebuah isyarat kepada Aletta? Entahlah, Aletta pun tak mengerti.
Aletta merogoh tasnya, membuka dompetnya dan hendak mengambil beberapa lembar uang di dompetnya itu.
Namun, badut beruang berwarna coklat itu menggeleng dan kembali melambaikan tangannya. Mungkin sebagai isyarat “Tidak”?
Badut itu merogoh saku besar yang ada di tengah-tengah perutnya. Mengambil satu lembar kertas yang bertuliskan, “kamu lagi ulang tahun, ya?”
Aletta terkejut, bagaimana badut itu bisa tahu?
Aletta mengangguk sembari tersenyum. Kemudian, badut itu kembali merogoh sakunya dan mengambil satu lembar kertas lagi, yang kini bertuliskan, “si pendek makin tua, selamat ulang tahun, Aletta.”
Kini gadis itu terkejutnya bukan main. Siapa sebenarnya badut ini?
Badut itu segera melepaskan kepala badut beruangnya, dan terlihatlah wajahnya.
Sangat tidak disangka siapa orang yang ada di balik kostum badut itu. Membuat Aletta tertawa dan tak bisa berhenti tersenyum lebar.
Siapa lagi kalau bukan kelakuan Gamalandra.
“Ya ampun Gama, kamu ngapain?” tanya Aletta dengan senyum bahagianya.
“Jadi badut,” ujar Gama dengan polosnya.
Aletta kembali tertawa. Tawa renyah yang selalu menjadi candu bagi Gama. Tawa yang membuat Gama bangga jika itu adalah tawa Aletta tercipta karenanya.
Gama merentangkan tangannya, mengisyaratkan pelukan pada Aletta.
Gadisnya itu paham dan langsung memeluk erat laki-lakinya.
“Kamu ngga gerah pake baju badut gini?” tanya Aletta yang masih memeluk Gama.
“Ngga.”
Bohong.
“Tadi kucing kamu hampir keluar apart, untung masih kekejar,” ujar Gama.
Mendengar itu, Aletta langsung melepaskan pelukannya. “Terus sekarang gimana?”
“Ada di apart,”
“mau liat?”
“Mau, tapi sekarang aku lagi nunggu Pia,” ujar Aletta.
“Ngga apa-apa, Pia udah pulang.”
Aletta mengerutkan keningnya, “pulang?”
“Emang akal-akalan doang ngajak kamu ke sini buat bantuin aku nyamar jadi badut.”
Aletta langsung memukul bahu Gama yang dibalas ringisan dan tawa kecil oleh Gama.
“Mau ngga?”
“Kamu mau naik motor sambil pake baju badut gini?”
“Aku bawa mobil.”
Aletta kembali bingung dibuatnya, bukankah mobil miliknya itu sudah dijual?
Seolah paham dengan raut wajah Aletta yang bingung, Gama menjawab, “Aku masih ada mobil di apart, tapi ngga pernah aku pake.”
Aletta mengangguk paham sebelum ia mengiyakan ajakan Gama dan Gama segera pergi membawa Aletta menuju apartemennya.
Gamalandra, laki-laki itu memang sulit ditebak bukan? Diam-diam tak mengucapkan Aletta di hari ulang tahunnya, tetapi diam-diam juga melakukan hal konyol hanya untuk membuat Aletta tertawa.