Tentang Melio, Gama dan Aletta.
ㅡ
Ini adalah harinya, hari di mana Rere dengan rasa terpaksanya harus menuju ke pernikahan teman dekatnya bersama laki-laki yang sangat menyebalkan.
Berbeda dengan Melio, di sepanjang perjalanan, laki-laki yang menurut Rere sangat menyebalkan itu justru terus mengembangkan senyum sembari mulutnya terkadang ikut komat-kamit mengikuti lirik musik yang sedang terputar dalam mobil.
Tersenyum tidak jelas, sebelum hatinya mungkin bisa hancur sehancur-hancurnya setelah melihat wanita itu benar-benar menjadi milik sahabatnya sendiri.
Mungkin sebagian dari kita sudah mengikuti kisah Gama dan Aletta. Kisah yang terlihat cukup rumit, namun pada akhirnya direstui oleh Semesta untuk bersama.
Hari ini adalah hari di mana akad itu terucap, dengan doa-doa yang menyertai sebagai harapan agar perjalanan panjang yang akan ditempuhnya sesuai dengan impian, menjalin sebuah rumah tangga dengan indah dan membentuk keluarga yang harmonis.
Gama dan Aletta adalah sahabat dekat Melio, pertemanan mereka sudah cukup lama. Sudah sepantasnya bukan, Melio mendukung dan ikut merasa bahagia ketika Gama dan Aletta sah menjadi sepasang suami istri?
Ya … seharusnya seperti itu.
Namun, saat sebuah cincin berlapis emas itu saling terpasang di jari manis si pengantin, Melio mengepalkan jari-jarinya dengan sangat erat. Benaknya berkecamuk, hatinya seperti sedang dicambuk oleh gerigi besi, punggungnya seperti ditusuk-tusuk serpihan beling, air matanya pun sudah tidak bisa dibendung lagi.
Benaknya menggerutu. Mengapa harus Gama? Mengapa harus sahabatnya sendiri?
Tiba-tiba terputar kembali sebuah kenangan yang terjadi sekitar tujuh tahun yang lalu, di mana Aletta baru menjadi mahasiswa baru di kampusnya.
Melio yang baru saja bisa membuat sebuah rendang karena diajari oleh Aletta, dan hari itu ia berniat untuk menunjukkan rendang buatan pertamanya untuk Aletta.
Dari kejauhan, ia bisa melihat Aletta yang sedang duduk seorang diri di kursi taman yang ada di kampus. Melio tersenyum, tekadnya sudah bulat untuk menghampiri Aletta dengan satu tentengan totebag yang di dalamnya terdapat tepak makan berisi rendang buatannya. Rasa percaya dirinya cukup besar untuk meminta penilaian masakannya pada Aletta.
Namun, langkah Melio harus terhenti ketika netranya menangkap sosok laki-laki yang menghampiri Aletta.
Aletta melayangkan senyumnya saat laki-laki itu menyodorkan kantung plastik putih yang berisi dadar gulung—jajanan kesukaan Aletta. Senyum Aletta seolah mengatakan bahwa, senyum itu hanya terbentuk untuk laki-laki yang baru saja menghampirinya.
Masih bisa terdengar cukup jelas percakapan kecil yang terjalin di antara mereka.
“Jadi nanti abis kelas mau mampir ke mana dulu?” tanya Aletta.
“Ke mana aja.”
“First date tuh harus yang berkesan.”
Seketika dua insan itu saling beradu tatap, tetapi di detik selanjutnya mereka memalingkan wajah ke arah lain seakan masih merasa malu-malu kucing untuk mengakui bahwa hari ini adalah hari pertama mereka mengemban status sepasang kekasih.
Refleks Melio memundurkan langkahnya. Niatnya ia urungkan kembali dan ia kubur dalam-dalam.
Senyumnya tersungging ketika mengingat hari itu.
Melio sadar bahwa Gama adalah sahabatnya semenjak ia mendudukkan kursi di bangku SMP, sehingga tindakannya ia tahan sekuat mungkin untuk tidak mengusik hubungan mereka. Namun jauh dari itu semua, tidak bisa dipungkiri bahwa Melio mencintai Aletta. Sangat mencintai Aletta.